Hari Pertama
Karena waktu itu hari Jumat, dan kebetulan saat sampai di Melaka masih sekitar pukul 12 siang, maka saya segera mencari Masjid untuk melaksanakan Sholat Jumat. Setelah bertanya kepada Bernard (pemilik rumah), saya ditunjukkan supaya ke Masjid Tengkera.

Masjid ini merupakan salah satu bangunan bersejarah di Melaka yang dulunya merupakan Masjid Agung, dan lebih dikenal dengan nama Masjid Besar Tranquerah. Masjid ini merupakan lambang kedatangan Islam di tanah Melaka yang sudah dimulai sejak 600 tahun yang lalu dan dibangun sekitar tahun 1728. Bangunan awalnya dibuat dari kayu berlian dan beratapkan daun nipah. Masjid tersebut kemudian dipugar pada tahun 1970 dan dibuat seperti bentuk yang kita lihat saat ini.
Selesai menunaikan sholat Jumat, kami sekeluarga segera memulai petualangan. Dimulai dengan menyusuri Melaka River dengan titik awal di Jembatan Pasar. Sempat mengabadikan momen di dinding yang bertuliskan “Melaka World Heritage City”, sebagai bukti bahwa kami pernah ke Melaka.

Di sepanjang Melaka River kita akan disuguhi oleh lukisan mural dengan tema yang bermacam-macam yang menghiasi rumah dengan konstruksi model lama. Anak-anak bahkan sempat excited ketika melihat ada yang memelihara ayam di tepi sungai tersebut. 😆

Setelah cukup jauh berjalan, sampailah di Museum Belia (Youth Museum), Melaka yang terletak di dekat Red Square, sebuah persimpangan jalan di mana banyak terletak gedung-gedung kuno dengan warna merah. Red Square ini juga menjadi sebuah ikon dari Melaka dan biasa menjadi spot untuk mengabadikan foto. Tentu saja kami tidak mau ketinggalan dan mengabadikan foto keluarga di sana.
Dari Red Square, perjalanan dilanjutkan menuju ke Museum Samudera. Museum Samudera ini adalah sebuah bangunan berbentuk kapal kuno yang terbuat dari kayu. Di dalam museum tersebut kita bisa mengetahui bagaimana sejarah kota Melaka secara lebih rinci. Selain itu, terdapat diorama tentang tokoh-tokoh ternama di Melaka, seperti Hang Tuah, Ferdinand Magellan, dan lain sebagainya. Jangan lupa untuk menyempatkan untuk membeli sebuah souvenir berupa miniatur kapal kuno. 🙂
Setelah puas menikmati Museum Samudera, kita bisa menyeberang untuk melihat Museum Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM). Jika tadi bangunannya berupa kapal kuno yang terbuat dari kayu, maka di Museum TLDM kita dapat menaiki kapal perang modern, lengkap dengan persenjataannya.
Rupanya kami sudah berjalan sangat jauh dari tempat parkir mobil. Mau kembali lagi ke tempat semula, kok rasanya awang-awangen. Untungnya di sekitar tempat wisata tersebut banyak berkeliaran becak hias (saya jadi teringat odong-odong di Cikarang ). Segera saja kami panggil 2 becak untuk mengantar kami kembali ke tempat parkir. Kami sengaja memilih becak dengan corak Frozen, karena merupakan kesukaan anak-anak. 😆

Hari beranjak sore, kami pun mencari tempat makan, karena dari siang perut belum terisi makanan. Pilihan jatuh pada sebuah food court tepat di depan Menara Taming Sari, dengan menu ikan asam pedas. Selesai makan, menyempatkan melihat-lihat toko di sekitarnya untuk mencari oleh-oleh, baik itu berupa kaos maupun tas cantik khas Melaka.
Menjelang Maghrib, kami pun segera kembali ke penginapan karena anak-anak juga harus mandi dan makan. Maklum, mereka biasa makan masakan rumahan dan tidak terbiasa makan di luar. Itulah petualangan hari pertama di Melaka. Melelahkan memang, tapi kami senang. Dan kami sudah tidak sabar untuk memulai petualangan hari berikutnya.
cielah… pak tatang. 😀
saya jadi kepingin juga
Hayuklah, maen-maen ke Melaka. Banyak tempat-tempat bersejarah yang menarik dan menanti untuk dikunjungi.
malaka ini kotanya bagus dan bersih kemana mana mudah
Yup, betul sekali, Mbak Winny. Ditambah lagi tempat kami menginap dekat sekali dengan spot-spot wisata di Melaka, tidak ketinggalan adanya sepeda dari tuan rumah yang sangat bermanfaat.
Wah keren fotonya yang di atas kapal perang hihihihi… saya suka yang berbau militer begini. Dulu pernah wisata ke markas Armatim di Surabaya, sayangnya nggak boleh bawa kamera 😀
Wah sayang banget yah? Kalau saya perhatikan, tempat wisata di Indonesia sepertinya masih diskriminasi sama orang yang bawa kamera apalagi DSLR. Yang ada kadang malah dipalakin. 😥
Padahal dengan mengabadikan gambar kan juga sebagai media untuk promosi ya? Kadang saya bingung dengan cara berpikir orang-orang kita. 😯
wisata yang asyik adalah wisata bersama keluarga. ditunggu tempat wisata selanjutnya mas
Siap, Insya Allah nanti saya sharing lagi tempat-tempat menarik lainnya. 🙂
Yang asyiknya tuh..
Wisata bareng keluarga..
Ditambah wisatanya ke negeri tetangg..
Lengkp sudah..
Alhamdulillah, Mas Rudi. Mau ke manapun asal perginya sama keluarga akan terasa lebih indah.