Bagaimana Singapura mengelola sampahnya? Tentu itu menjadi pertanyaan sebagian besar orang, terutama orang Indonesia. Singapura merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN yang sudah terkenal dengan kebersihannya, bahkan mungkin negara yang tingkat kebersihannya paling bagus dibanding dengan negara-negara yang lain.
Nah, karena didorong oleh rasa penasaran tersebut, akhirnya kali ini saya akan mencoba berbagi tentang proses pengolahan sampah di Singapura. Mudah-mudahan tulisan saya ini dapat menginspirasi, tidak hanya masyarakat, melainkan juga pihak-pihak yang menjadi pemangku kebijakan, supaya pengelolaan sampah di Indonesia bisa menjadi lebih baik. Atau minimal, kita semua memiliki passion yang sama agar negeri kita bisa mengolah sampahnya dengan lebih baik, paling tidak seperti negeri tetangga tersebut.
Proses pengelolaan sampah di Singapura melibatkan pihak pemerintah dan swasta. Untuk masalah lingkungan, di Singapura terdapat satu badan / organisasi khusus yang menangani, namanya NEA (National Environment Agency). NEA bukanlah lembaga resmi pemerintah namun lebih kepada organisasi publik yang mengurusi masalah lingkungan. Meskipun demikian, organisasi ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah khususnya Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air (Ministry of Environment and Water Resources) Singapura, yang saat ini dijabat oleh Masagos Zulkifli.
Dalam pengelolaan sampah, NEA bekerja sama dengan beberapa perusahaan swasta yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Perusahan-perusahaan tersebut bergerak pada tataran teknis atau menjadi pelaksana di lapangan. Jadi dengan demikian, selain mengatasi permasalahan sampah, juga menjadi sebuah peluang usaha dan solusi untuk terbukanya lapangan pekerjaan baru.
Untuk lebih jelasnya saya akan membagi proses pengolahan sampah di Singapura ini ke dalam beberapa tahapan, antara lain; pengangkutan, pengumpulan & pemilahan, daur ulang & pembakaran, pembuangan akhir.
Pengangkutan
Di Singapura, terutama pada bangunan-bangunan HDB atau Housing & Development Board (di negara kita biasa disebut dengan rumah susun), sudah memiliki desain standar. Pada masing-masing unit memiliki sebuah lubang pembuangan sampah yang bermuara pada sebuah bak sampah dengan kapasitas cukup besar yang biasanya terletak di bawah masing-masing blok rumah susun.
Setiap hari, sampah yang terkumpul tersebut akan diambil oleh petugas yang dipekerjakan oleh Town Council, yaitu seorang yang diberi tanggung jawab oleh pemerintah untuk mengelola sebuah blok HDB (kalau di negara kita semacam lurah). Sampah dari masing-masing blok tersebut kemudian dikumpulkan dan dikompres, untuk kemudian akan diangkut oleh truk sampah.
Dalam hal pengangkutan ini, NEA menjalin kerja sama dengan beberapa perusahaan swasta sebagai operator di lapangan. Mereka bekerja sesuai dengan wilayah yang sudah dibagi oleh NEA. Masing-masing perusahaan tersebut memiliki armada sendiri dengan spesifikasi teknis dan lisensi yang dikeluarkan oleh NEA. Perusahaan yang ingin menjadi operator dipilih melalui sistem bidding atau lelang. Perusahaan yang saat ini terpilih untuk melayani pengangkutan tersebut antara lain; Veolia ES, SembWaste, Colex, dan 800 Super. Kita bisa membedakan dari warna dan logo yang terpampang pada truknya.
Truk yang digunakan untuk pengangkutan juga berbeda dengan di Indonesia. Truk di sini didesain khusus, dengan tutup dan pengait otomatis untuk menarik dan menuang bak sampah yang ada di tiap-tiap HDB ataupun rumah hunian. Dengan demikian ketika truk tersebut sedang melintas, tidak akan tercium aroma tidak sedap seperti yang kita alami ketika berpapasan dengan truk sampah di Indonesia.
Pengumpulan & Pemilahan
Sampah yang sudah diangkut dari beberapa area tersebut, kemudian akan dikumpulkan dan dilakukan pemilahan yang bertujuan untuk memisahkan antara sampah yang dapat didaur ulang dan yang tidak dapat didaur ulang. Sampah yang dapat didaur ulang misalnya sampah plastik, karet, kayu, kaleng, besi. Sedangkan sisa-sisa dapur, restoran, dan material lainnya yang sudah tidak dapat didaur ulang nantinya akan dibakar.
Sampah-sampah yang dapat didaur ulang biasanya dipisahkan dan kemudian akan dikirimkan ke perusahaan lain yang memang bergerak di bidang usaha tersebut. Biasanya, sampah plastik akan diolah kembali menjadi biji plastik dan akan menjadi bahan baku untuk produk yang lainnya.
Daur Ulang dan Pembakaran
Singapura sangat mendorong proses daur ulang ini. Bahkan mereka membuat sebuah Singapore Packaging Agreement. Sebuah perjanjian terutama untuk perusahaan packaging dan makanan agar turut mendukung program daur ulang. Perusahaan-perusahaan tersebut harus menekan penggunaan material yang tidak dapat didaur ulang, serta mengutamakan penggunaan material hasil daur ulang sebagai bahan baku mereka.
Banyak perusahaan-perusahaan besar yang sudah menandatangani perjanjian ini seperti; Nestle, Tetrapack, F&N Food, Seagate Technology, Coca Cola, dan masih banyak lagi.
Lantas bagaimana dengan material yang tidak dapat didaur ulang?
Inilah yang menarik! Sampah-sampah yang sudah tidak dapat didaur ulang akan dibakar dan menjadi sumber energi listrik. Singapura mengadopsi sebuah teknologi yang bernama Waste to Energy / Incineration.
Prinsip kerjanya adalah, uap hasil pembakaran tersebut akan menggerakkan turbin yang berfungsi sebagai pembangkit listrik. Dengan temperatur yang berkisar antara 800 sampai dengan 1000 derajat Celcius, sampah akan menjadi abu dengan volume sekitar 10 persen dari volume asalnya. Untuk mencegah pencemaran udara dan bau yang tidak sedap, ruang pembakaran tersebut didesain sedemikian rupa sehingga tekanannya lebih rendah dari tekanan atmosfir. Selain itu, sebelum gas sisa pembakaran dibuang keluar melalui sebuah cerobong setinggi 150 m, harus dinetralkan terlebih dahulu dengan proses Electrostatic Precipitators.
Pembuangan Akhir
Abu sisa hasil pembakaran pada incinerator kemudian diangkut oleh truk menuju Tuas Marine Transfer Station dan selanjutnya dikirim ke Semakau Landfill dengan menggunakan kapal.
Semakau Landfill merupakan tempat pembuangan akhir Singapura yang diresmikan penggunaannya pada bulan April tahun 1999. Semakau Landfill ini dibuat dengan membuat semacam pagar beton yang menghubungkan dua pulau kecil yaitu Pulau Semakau dan Pulau Sakeng. Area di dalam pagar beton tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut dengan cell. Cell itulah yang kemudian diisi dengan abu sisa hasil pembakaran secara bertahap. Setelah satu cell tertutup dan rata, maka kemudian di atasnya akan diberi lapisan organik dan mulai dilakukan vegetasi. Pengisian kemudian dilanjutkan ke cell berikutnya.
Kini sebagian Semakau Landfill sudah terisi dan menjadi tempat rekreasi. Di sana kita bisa melakukan berbagai macam kegiatan outdoor, seperti misalnya joging, lari, berkemah, memancing, stargaze, fotografi, dsb.
Bagaimana, luar biasa bukan? Dengan membuang sampah, Singapura bisa membuat sebuah pulau namun tanpa mengesampingkan aspek kelestarian alamnya. Mengenai Semakau Landfill ini, mungkin akan saya bahas lebih dalam pada postingan yang lain.
Dengan segala ide dan inovasi hebatnya tidak membuat Singapura lengah. Mereka tetap mendorong penduduknya supaya lebih peduli terhadap lingkungan dan kelestarian alam. Saat ini lubang pembuangan sampah pada HDB bahkan sudah dimodifikasi untuk memisahkan sampah dari hulu berdasarkan kategorinya. Jadi pada saat pengangkutan oleh petugas, sampah sudah terpisahkan antara yang dapat didaur ulang dan yang akan dimusnahkan.
Selain itu, jika penduduknya tidak turut mengurangi produksi sampah, maka diperkirakan Semakau Landfill akan terisi sepenuhnya oleh abu sisa pembakaran sekitar tahun 2040. Sementara itu, mereka belum memiliki opsi landfill yang lain. Karena hal tersebut, pemerintah Singapura memiliki concern yang sangat tinggi terhadap masalah sampah ini. Makanya jangan heran dengan tingginya denda yang dikenakan jika menyangkut masalah sampah di Singapura.
Nah, sekarang kita jadi tahu, kan, bagaimana Singapura mengolah sampahnya? Lantas bagaimana dengan negara kita?
Sepanjang yang saya ketahui, sudah banyak sekali para pemimpin daerah kita dan para anggota dewan yang berkunjung kemari untuk melakukan studi banding mengenai pengelolaan sampah ini. Tapi saya juga bingung, dari sekian banyak yang berkunjung dan melakukan studi banding tersebut, tampaknya tidak banyak perubahan dalam hal pengolahan sampah di negara kita. Atau memang saya yang kurang update? 😆
Sebenarnya, studi banding tidak perlu jauh-jauh sampai ke benua Eropa. Kalau memang niatnya untuk menimba ilmu, banyak kok yang bisa dipelajari dari negara tetangga kita yang terdekat ini. Baik dari masalah transportasi publik, pengelolaan sampah, tata kota, pengelolaan air limbah, dan masih banyak lagi. Pertanyaannya adalah, setelah melakukan studi banding, kapan itu akan diimplementasikan di negara kita? Atau jangan-jangan studi banding tersebut hanya bungkusnya saja? Silahkan jika ada yang bisa menjawab.
Demikian sedikit sharing dari saya mengenai pengolahan sampah di Singapura. Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat menjadi motivasi agar pengolahan sampah di negara kita bisa menjadi lebih baik.
Salam hangat selalu. 🙂
Iya, kenapa kita tidak mengadopsi cara Singapura…minta ilmunya apa ndak boleh sm Singapura? Padahal lahan kita lebih luas, SDM lebih banyak, bikinlah satu gitu …
Sebenarnya kalo ilmu, saya yakin kita tidak kekurangan, Mba. Yang kurang adalah kesadaran dan kemauan kita dari tingkat pusat sampai daerah untuk bisa mengelola sampah seperti Singapura.
contoh pengolahan sampah yang sangat layak untuk di tiru, pejabat negeri ini sangat suka dengan yang namanya studi banding tapi sayang hasilnya yang belum ketahuan.
terimakasih informasinya. menurut saya yang berperan dalam penanganan sampah tidak hanya pemerintah namun juga masyaraktat. pemerintah telah banyak membuat kebijakan lingkungan hidup yang berkelanjutan, namun jika masyarakt tidak peka, atau berpura-pura tidak peka maka sama saja, jadi di sini pemerintah dan masyarakat harus bergandengan tangan supaya negara indonesia yang hijau dan bersih dapat terwujud.
terimakasih, sangat menginspirasi, matahari, mencerahkan. wkwk. lanjutkan rul
Jika kita generasi yg benar2 ingin perubahan mari bersama2 gerakan perubahan demi anak cucu kita. Meski terkadang pesimis, saya yakin Indonesia bisa lebih baik. Anak-anak Indonesia sangat pintar, sayang ilmu belum bisa diterapkan karna berbagai penolakan. Salam dari anak indo yg masih belajar dan mendukung perubahan.
Setuju. Bisa dimulai dari diri sendiri maupun lingkungan keluarga. Kalau bukan kita siapa lagi. 🙂
Terima kasih informasi tersebut.
Jika ada info lain terutama sejarah penduduk singapura yg memiliki kesadaran tinggi tersebut., mohon di share
Terima kasih😊
Insya Allah nanti akan saya share di artikel yang lain. Terima kasih sudah berkunjung. 🙂
Mental pemerintahnya serius dalam tegakkan aturan. Kalo di kita, ya begitulah…
Butuh paling tidak 2 generasi untuk bisa seperti itu. Namun yang paling berat adalah generasi pertamanya. Pasti akan benyak menemui penolakan dan resistensi.
Sangat berguna. Terimakasih