Siapa yang tidak kenal Singapura? Negara tetangga kita yang terdekat, yang memiliki luas tidak lebih besar dari Jakarta. Meskipun kecil, namun Singapura merupakan negara yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tingkat perekonomian yang maju serta iklim bisnis yang ramah, membuat banyak perusahaan multinasional tidak segan untuk berinvestasi di Singapura. Dengan banyaknya perusahaan multinasional di Singapura tentu tidak heran jika Singapura menjadi negara dengan perputaran mata uang terbesar setelah London, New York dan Tokyo.
Dengan kapasitas wilayah yang terbatas, Singapura menarik para investor dengan memberikan jaminan keamanan, infrastruktur yang memadai, sarana transportasi yang baik, dan minimnya (atau bahkan tidak ada) biaya-biaya siluman. Selain itu, dengan populasi yang didominasi oleh ras Tionghoa dengan sense of bussiness yang sudah mengalir dalam darah mereka, membuat roda perekonomian Singapura selalu berputar.
Selain dari sisi perekonomian, Singapura juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Salah satu yang menjadi daya tarik adalah adanya Universal Studio’s yang terletak di Sentosa Island. Di samping USS (Universal Studio’s of Singapore) masih ada beberapa tempat lainnya yang patut dikunjungi ketika Anda berkunjung ke Singapura. Yang jelas, rasanya tentu tidak afdhol bila sudah datang ke Singapura tapi tidak berfoto dahulu di depan patung Singa Muncrat alias Merlion. Dan bagi Anda yang memiliki uang lebihan, sudah semestinya Anda habiskan uang Anda di mal-mal yang berderet di sepanjang Orchard Road untuk membeli barang dengan merk-merk ternama.
Selain sektor ekonomi dan wisata, fasilitas kesehatan yang memadai juga menjadi daya tarik bagi warga dari negeri tetangga, terutama Indonesia. Banyak sekali orang-orang Indonesia, baik pejabat maupun orang biasa yang memiliki kecukupan materi lebih memilih berobat ke Singapura daripada di Indonesia. Mereka beranggapan bahwa dokter dan tenaga medis di Singapura lebih terpercaya dan profesional. Ini seharusnya menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi Kementerian Kesehatan dengan Lembaga Pendidikan Tinggi terkait agar dapat berkolaborasi sehingga negeri kita mampu memiliki rumah sakit yang berkualitas dan mencetak dokter serta tenaga medis berkualifikasi tinggi. Agak lucu menurut saya, ketika bangsa kita yang besar ini justru tergantung kepada negara kecil seperti Singapura. 🙁
Dari hal-hal yang saya sebutkan tadi, semuanya berimplikasi terhadap satu hal, yaitu biaya. Yup, akhir-akhir ini sebuah jurnal ekonomi, The Economist menerbitkan laporan dari EIU (Economist Intelligence Unit) bahwa Singapura menjadi sebuah negara/kota dengan biaya hidup paling mahal di dunia mengalahkan Paris, Oslo, Zurich dan Sydney. Jadi, ketika Anda memutuskan akan liburan atau berobat ke Singapura, pastikan Anda memiliki dana yang cukup aman, jangan terlalu mepet. Kalau boleh pinjam istilah Jawa, ono rego ono rupo alias ada harga ada barang. Karena memang dengan segala sesuatu yang high quality di Singapura, Anda harus merogoh kocek lebih dalam. 😎
Namun demikian, ada alasan-alasan khusus yang mendorong dinobatkannya Singapura menjadi kota termahal. Asumsi kota dengan biaya hidup paling mahal itu sebenarnya lebih kepada para expatriat yang tinggal di Singapura. Sebagaimana diketahui, biaya properti di Singapura sangatlah mahal, apalagi untuk para kaum expatriat. Selain biaya properti, untuk kepemilikan kendaraan bermotor khususnya mobil, seseorang harus membayar COE (Certificate of Entitlement) atau surat ijin kepemilikan kendaraan yang sangat tinggi di luar harga mobil itu sendiri. Untuk memiliki sebuah mobil di Singapura, seseorang harus membayar S$ 80.000 atau sekitar Rp. 720 juta hanya untuk izin kepemilikanya saja, belum termasuk harga mobil dan Road Tax (Pajak). 😥
Untuk biaya operasional juga memakan biaya yang tidak sedikit, misal harga bensin dengan oktan 98 adalah S$ 2,34, atau sekitar Rp. 21.000 per liternya. Sebagai informasi, di Singapura pemerintah tidak memberikan subsidi BBM, jadi harganya pun akan fluktuatif mengikuti tren harga minyak dunia. Selain biaya bahan bakar, biaya tol dan parkir juga sangat mencekik terutama untuk bussiness district (Sentra Bisnis). Di beberapa tempat, biaya parkir dapat mencapai S$ 5 per jamnya, atau sekitar Rp. 45.000. 😕
Selain itu, bagi warga negara non Singapura, biaya pendidikan juga lumayan mahal. Sebagai contoh, putri kami yang bersekolah di salah satu TK (Kindergarten) Lokal, dikenakan biaya sebesar S$ 280, atau sekitar Rp. 2,5 juta per bulan. Sekali lagi itu baru TK loh… 😥
EIU juga menyatakan, Singapura merupakan tempat dengan harga baju termahal di dunia. Hal ini tentunya tidak mengherankan dengan berjajarnya butik dan toko baju dengan merk ternama di dalam Mall di sepanjang Orchard Road. Dan siapakah konsumen terbesarnya? Tidak lain tidak bukan adalah saudara sebangsa dan setanah air saya… Jangan heran ketika Anda berjalan di sepanjang Orchard Road, tiba-tiba sering mendengar orang berbicara “elu gue-elu gue“. 😎
Berdasarkan pengalaman kami hidup di Singapura, untuk harga-harga kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan meskipun tidak signifikan. Sebagai catatan, rata-rata barang-barang kebutuhan pokok tersebut diimpor dari negara-negara tetangga seperti Indonesia, Malaysia, dan Australia. Penguatan nilai tukar Dollar Singapore terhadap Dollar Amerika juga menjadi salah satu pemicu naiknya harga-harga di Singapura.
Setelah tadi dijelaskan mengenai mahalnya biaya hidup bagi expatriat di Singapura, namun bagaimana sebenarnya kondisi masyarakat atau warga negara Singapura itu sendiri?
Untuk warga negara Singapura “sedikit” tertolong dengan adanya beberapa subsidi yang diberikan oleh pemerintah dalam beberapa bidang. Misalnya, pendidikan, kesehatan, dan kepemilikan rumah. Meskipun sebenarnya warga sendiri yang ikut menyumbang subsidi mereka melalui Jaminan Sosial yang disebut Central Provident Fund (CPF). Jadi bagi setiap warga negara Singapura maupun Permanent Residents (Warga non Singapura yang mendapat izin tinggal di Singapura), gaji mereka akan dipotong setiap bulannya untuk CPF. Potongan itu nantinya akan dibagi ke dalam 3 pos, yaitu untuk pensiun, kesehatan, dan perumahan. Jadi dengan kata lain, negara sedikit “memaksa” warganya agar menyisihkan sebagian uangnya untuk kebutuhan-kebutuhan yang saya sebutkan tadi. 🙄
Lalu, bagaimana mensiasati hidup di kota termahal ini? 😉
Singapura memiliki sarana transportasi yang sangat memadai apabila dibandingkan dengan Jakarta. Di sini, sarana kereta api (MRT) hampir menjangkau seluruh sudut Singapura. Pun tidak, maka mereka akan menyediakan jalur-jalur shuttle hingga titik terdekat dengan kawasan pemukiman. Jadi apabila Anda seorang expatriat yang nanggung, alias dengan gaji mepet, maka manfaatkanlah sarana transportasi publik yang ada dan jangan memaksakan membeli mobil di sini. 😎
Untuk properti, mau tidak mau kita memang harus rela mencari flat atau apartemen yang sedikit jauh dari pusat kota agar mendapatkan harga yang lumayan miring. Konsekuensinya adalah mungkin jarak tempuh dari tempat tinggal kita menuju tempat kerja sedikit lebih jauh. Tapi jangan khawatir, karena jarak terjauh di Singapura pun belum mengalahkan jarak rumah saya di Cikarang dengan kantor saya di Jakarta Pusat.
Sedangkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari, maka kita harus pandai-pandai berhemat dan jangan malas untuk memperhatikan label harga. Berbeda satu dua sen akan sangat berarti. 😆 Untuk hal ini memang memerlukan waktu, karena kita harus melakukan survei terlebih dahulu. Survei di sini, jangan dibayangkan sebagai survei yang sangat serius. Simpel saja, misal minggu ini Anda berbelanja di tempat A, simpan baik-baik struknya. Kemudian minggu depannya lagi cobalah berbelanja di tempat B dengan item yang hampir sama. Lalu bandingkan di antara kedua tempat itu, item-item mana saja yang lebih murah lalu tandai. Di kesempatan berikutnya kita cukup membeli item-item yang lebih murah di tempat tersebut. Awalnya mungkin sedikit sulit, namun dengan seiring berjalannya waktu, saya yakin kita bisa melakukannya.
Nah, itulah tadi sedikit curcol saya mengenai kehidupan di kota termahal di dunia. Mudah-mudahan dapat bermanfaat. 😉
Quote of the day:
“Surviving is not something you can think of, but something that you have to do.”
–Tatang Tox–
terima kasih telah berbagi informasi Mas, senang sekali rasanya membaca tulisan2 di blog ini, jadi tambah wawasan.. semoga yang mengeleloa blog ini selalu di berikan kesehatan..
Wah, ternyata tidak seindah seperti yang terlihat ya? Tidak menyangka jika Singapura menjadi kota termahal di dunia. Saya kira kota dengan biaya hidup termahal itu adanya di benua Eropa, eh, ternyata justru tetangga terdekat kita. hehehe…
Hahaha, tp seneng kan bang banyak hiburan di sono drpd tiap hari liat muka jerapah ato badak 😀 #akurapopo