Tidak terasa sudah lebih dari 2 tahun kami tinggal di negeri Jiran ini. Begitu banyak hal yang sudah kami lewati bersama. Sebagian mungkin sudah pernah saya tuangkan di sini, namun sebagian besar belum sempat saya tulis.
Tinggal di negeri orang memang memberikan pengalaman dan kesan tersendiri. Perbedaan budaya dan adat istiadat serta peraturan membuat kita harus mampu beradaptasi. Sebagaimana kata pepatah, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”
Artinya kira-kira, di manapun kita berada hendaknya menjunjung dan menghormati norma serta adat istiadat setempat yang berlaku. Itulah yang selama ini kami coba lakukan. Selain itu, penegakan hukum dan peraturan di sini juga sangat ketat. Bagaimana tidak, jika setiap pelanggaran yang dilakukan ancamannya adalah denda, well, I think I should say, “Singapore is a fine country.”
Dua tahun di sini, sudah tiga kali Ramadhan dan Lebaran kami lalui, Insya Allah termasuk tahun ini. Suka dan duka mewarnai perjalanan kami di Negeri Singa ini, namun kami yakin bahwa dibalik setiap peristiwa pasti ada hikmah dan pelajaran yang dapat dipetik untuk selanjutnya kami jadikan pelajaran di masa yang akan datang.
Awal Kedatangan
Masih lekat dalam ingatan ketika saya pertama datang ke negara ini seorang diri. Ya, pada waktu itu kami memutuskan bahwa saya berangkat sendiri dulu, baru rombongan keluarga menyusul kemudian. Saya masih ingat bahwa hari kedatangan saya adalah hari di mana Ketua MPR RI, Bapak Taufik Kiemas meninggal dunia. Beliau yang sempat dirawat di Rumah Sakit di Singapura, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, dan disemayamkan di Ruang Riptaloka KBRI Singapura. Mudah-mudahan tidak ada keterkaitan apa-apa antara kedatangan saya dan mangkatnya Bapak Taufik Kiemas. 😥
Kira-kira satu bulan lamanya saya hidup seorang diri. Banyak belajar hal-hal baru, dan mencoba beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Saya pun tidak menemui kendala yang berarti. Setelah berkonsultasi dengan atasan, akhirnya saya memutuskan tanggal untuk kembali ke tanah air guna memboyong keluarga.
Sementara saya menyiapkan segala sesuatunya di Singapura, istri juga sibuk mengemasi barang-barang yang akan dibawa. Maklum, kami kan pergi bukan hanya sehari dua hari. Oleh karena itu persiapan kami memang cukup heboh.
Tibalah hari H, dengan diantar oleh Bapak dan Ibu Mertua serta sahabat baik saya, kami berangkat menuju airport. Setelah cipika-cipiki, kami pun segera masuk untuk check in dan menuju tempat boarding pass. Putri pertama kami sangat excited, karena kali ini dia akan naik pesawat. Saya tahu persis bagaimana perasaan itu, maklum, kami ini kan wong ndeso, jadi jarang banget naik pesawat, sekalinya naik rasanya gimanaaa gitu…
Ketika pesawat take off, putri kami yang kedua tak kalah heboh. Dia agak rewel dan tidak mau diam. Duduknya gelisah, feeling istri saya, sepertinya dia pup. 😯 Akhirnya setelah tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan, kami cek, ternyata benarlah adanya. Rupanya perbedaan tekanan udara di kabin ketika take off telah mempengaruhi sistem metabolime sehingga menekan sesuatu dari dalam perut untuk keluar. 😆 Dia pun segera kami bawa ke toilet untuk diganti popoknya dengan yang baru.
Ketika sampai di Singapura, kami sudah dijemput di bandara, sehingga kami tidak perlu repot mencari kendaraan. Putri kami, Nasywa, sangat menikmati pemandangan semenjak dari bandara hingga sampai tempat tinggal kami. Semuanya begitu tertata rapi dan bersih. Di rumah, ibu-ibu ternyata sudah menyediakan beraneka masakan yang memang diperuntukkan buat kami, mengingat kami baru tiba dan pastinya belum sempat berbelanja. Alhamdulillah…. 🙂
Kehidupan Sehari-hari
Secara umum, kehidupan sehari-hari kami di sini tidak jauh berbeda ketika masih tinggal di Cikarang. Yang berbeda adalah mata uang serta harga barangnya. 😯 Ya, tinggal di kota dengan predikat Kota Termahal di dunia tentunya membuat kami harus pandai-pandai dalam mengatur pengeluaran. Dengan segala keindahan, kemudahan, dan kenyamanannya, tentunya kami tidak boleh terlena. Karena kami masih punya rencana-rencana ke depan yang ingin direalisasikan.
Putri kami yang memang sudah waktunya masuk TK, kami daftarkan di TK lokal. Harganya cukup wow, mengingat kami termasuk orang asing / foreigner, sehingga tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah setempat. Alhamdulillah, putri kami mendapatkan wali kelas orang Melayu. Setidaknya putri kami dapat berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia, ketika bingung berbahasa Inggris. Maklum, sekali lagi, kami ini wong ndeso,yang tidak terlalu gaul, dan belum pernah mengecap hidup di luar negeri sebelumnya. 😳
Tidak butuh waktu terlalu lama bagi putri kami untuk beradaptasi. Selain gurunya kooperatif, teman sekelasnya juga merupakan teman bermain satu komplek di tempat tinggal kami. Yang kami salut dari sistem pendidikan di sini adalah bahwa pihak pendidik benar-benar memperhatikan anak muridnya satu per satu. Menelaah potensi dan kekurangannya untuk kemudian dikonsultasikan kepada orang tua ketika akhir semester. Semua hasil karya murid mereka kumpulkan dan di-file dengan rapi, lalu dikembalikan di akhir tahun pelajaran, jadi orang tua murid juga paham tentang apa saja yang sudah dibuat oleh putra-putri mereka.
Peristiwa-peristiwa Penting
Dari awal kedatangan kami sampai artikel ini ditulis, banyak sekali peristiwa-peristiwa istimewa yang sudah kami alami. Yang paling jelas adalah, tak lama dari kedatangan kami sekeluarga, untuk pertama kalinya dalam hidup, kami merayakan Hari Raya Idul Fitri di luar negeri. Jauh dari orang tua dan sanak saudara. Namun sisi baiknya adalah kami pun berkenalan dengan orang-orang baru, serta menambah tali silaturahmi.
Tak lama setelah itu, kami pun disibukkan untuk mempersiapkan acara Panggung Gembira, yakni pesta rakyat Indonesia terbesar di Singapura. Di mana seluruh WNI datang dan tumpah ruah ke KBRI untuk menikmati tidak saja hiburan oleh artis-artis ternama dari ibu kota, melainkan juga menikmati kuliner yang sudah berjajar di halaman depan KBRI Singapura.
Putri kami, yang memang memiliki hobi menggambar dan mewarnai, diberi kesempatan untuk mengikuti Lomba Mewarnai atau Coloring Competition di Tanjong Pagar Community Center.
Pengalaman yang paling menarik di tahun 2014 adalah diselenggarakannya Pemilu baik Legislatif maupun Pemilihan Presiden di KBRI Singapura. Hal ini sangat menarik, karena saya sendiri terlibat langsung sebagai Panitia dan berkolaborasi dengan seluruh elemen masyarakat Indonesia di Singapura yang juga terlibat dalam kepanitiaan. Hal ini menujukkan sinergitas antara KBRI dan masyarakat Indonesia yang ada di Singapura. Tidak ada gap, semuanya bekerja sama, berkoordinasi, serta bahu membahu demi suksesnya Pemilu 2014. Dan akhirnya terbukti bahwa Pemilu di Singapura menjadi contoh bagi pelaksanaan Pemilu di luar negeri.
Namun di tahun 2014 juga merupakan tahun yang kelabu. Karena ada beberapa di antara rekan dan keluarga kami yang telah pergi berpulang ke haribaan Illahi. Salah satu yang meninggalkan duka mendalam adalah kepergian adik kami tercinta. 😥
Di Ramadhan tahun kemarin, Alhamdulillah saya dapat memboyong Ibu dan adik saya yang paling kecil ke Singapura. Apalagi semenjak kepergian adik saya, Ibu saya sering merasa sedih. Karenanya saya tidak mau di Hari Raya Ibu merasa ngelangut dan kesepian. Selain itu, biar sekali-sekali Ibu merasakan suasana berbeda di Hari Raya.
Selain Ibu dan Adik saya, orang tua dari istri saya juga sempat berkunjung kemari. Meskipun tidak sampai satu bulan, tapi kami sudah sempat mengunjungi tempat-tempat yang menjadi ikon Singapura.
Di tahun 2015, saya sempat dipercaya untuk menjadi salah satu official photographer untuk acara Parade Terbesar di Singapura, yaitu Chingay 2015. Hasil-hasil jepretan saya dapat dilihat di akun Instagram saya, atau dapat diintip dari widget yang berada pada sisi kanan blog ini.
Dan yang masih fresh adalah, event Sea Games ke-28 di Singapura. Meskipun hasil yang diperoleh Indonesia kurang memuaskan, namun usaha yang sudah dilakukan oleh atlit-atlit kita tetap patut untuk diacungi jempol. Mungkin bagi pecinta sepak bola, sangat menyesakkan ketika melihat tim U23 kesayangan kita performanya menurun setelah melewati beberapa pertandingan. Terutama saat melawan Thailand dan Vietnam. 😥
Yah, itulah tadi cerita singkat mengenai perjalanan kami dan keluarga setelah selama 2 tahun lebih berada di Negeri Singa ini. Mudah-mudahan ke depannya dapat lebih banyak lagi yang saya tuangkan di sini. Mohon maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan.
Salam hangat selalu. 🙂
Tak terasa ya 2 tahun sudah berlalu dengan beragam pengalaman hidup di negeri orang. Tetap berbagi yaa, ditunggu cerita-cerita selanjutnya. ^^
Siap neng… Semoga tidak terjangkit penyakit hiatus…
Ditunggu juga update dari daratan Eropah-nya… 😉