Setelah melalui proses yang lumayan panjang, akhirnya pemerintah melarang seluruh masyarakat untuk melakukan mudik tahun ini. Bahkan sanksi penjara dan denda sudah menanti bagi siapa saja yang melanggarnya.
Untuk menekan penyebaran virus Corona (Covid-19), pemerintah telah menetapkan mulai tanggal 24 April 2020 masyarakat dilarang mudik ke kampung halamannya. Tim gabungan Polri dan Kementerian Perhubungan telah disiapkan di beberapa titik yang menjadi pintu masuk atau perbatasan dari/ke wilayah Jabodetabek. Jabodetabek sendiri sudah dikategorikan ke dalam zona merah, mengingat jumlah kasus positif dan korban meninggal dunia ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Sebelum larangan mudik ini dikeluarkan untuk seluruh masyarakat, pemerintah telah terlebih dahulu mengeluarkan larangan mudik bagi ASN, TNI, Polri dan BUMN. Bahkan sanksi yang tegas telah menanti bagi siapa saja yang melanggar larangan ini. Ketika kebijakan pelarangan tersebut mulai diberlakukan kepada aparatur negara, saya pribadi berpikir ini hanya menunggu waktu saja untuk diterapkan ke seluruh masyarakat.
Pelarangan bagi aparatur negara tersebut hanya sebagai salah satu tahapan yang harus dilalui. Mereka diharapkan menjadi contoh bagi lingkungannya, sehingga ketika kebijakan yang berdampak lebih luas mulai diterapkan, masyarakat bisa lebih menerima.
Pada awalnya, kebijakan pemerintah masih bersifat imbauan kepada masyarakat agar tidak mudik dulu. Namun, melihat dinamika di lapangan, akhirnya kebijakan tersebut dikaji ulang dan ditingkatkan sebagai larangan mudik bagi semua lapisan masyarakat yang efektif dilaksanakan per tanggal 24 April 2020 besok. Jadi, mulai besok semua titik-titik perbatasan akan dijaga tim gabungan. Selain itu, seluruh sarana transportasi darat, laut, dan udara sudah diinstruksikan untuk tidak melayani penumpang. Jadi dari pesawat, kapal laut, bus, sampai dengan kereta api semuanya tidak akan melayani penumpang dan membatalkan seluruh rencana perjalanan mulai tanggal 24 April – 1 Juni 2020.
Bagi anda yang sudah terlanjur membeli tiket untuk mudik, silahkan bersiap-siap untuk melakukan refund ke operator layanan transportasi. Pemerintah telah menjamin bahwa uang tiket akan dikembalikan secara penuh (100%) dan tidak ada pemotongan sebagaimana biasa.
Mengapa tidak boleh mudik?
Seperti yang sudah saya ulas di artikel sebelumnya, bahwa Covid-19 ini memiliki tingkat penularan yang membahayakan. Artinya virus ini sangat mudah menular dari satu orang ke orang lain. Selain itu, dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh Covid-19 ini akan lebih parah jika menjangkiti orang-orang yang berusia lanjut atau orang yang sudah memiliki penyakit bawaan.
Oleh karena itu, dengan menjaga jarak, mengurangi kontak, dan mengisolasi diri di rumah, kita sudah membantu untuk menekan penyebaran dari virus ini. Karena kita juga tidak tahu, apakah kita ini positif atau negatif Covid-19. Jika kita memang kita positif dan termasuk OTG (Orang Tanpa Gejala), dengan melakukan isolasi diri maka kita sudah membantu pencegahan penularan virus tersebut ke orang lain. Pun jika kita negatif, maka dengan berdiam di rumah kita sudah mengurangi risiko untuk tertular dari orang lain. Jadi karena alasan itulah mengapa kita tidak boleh mudik terlebih dahulu.
Di samping itu, jika semua orang melakukan mudik pada saat hari raya secara bersamaan, maka hampir dipastikan pemerintah daerah akan kewalahan untuk melakukan prosedur penanganan Covid-19 dan fasilitas kesehatan yang ada di daerah pun tidak akan memadai.
Mudik atau pulang kampung?
Kita semua tentunya tahu sempat terjadi pro dan kontra terkait istilah yang digunakan oleh Presiden Jokowi ketika diwawancarai oleh Najwa Shihab. Beliau mengatakan bahwa 1 juta orang yang sudah mencuri start pulang ke kampung halamannya masing-masing itu sebagai pulang kampung, sedangkan mudik dalam konteks lebaran (Hari Raya Idul Fitri) secara tegas dilarang yang mulai berlaku mulai tanggal 24 April 2020.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, “Mengapa seolah-olah pemerintah membiarkan 1 juta orang mencuri start untuk pulang ke kampung halamannya padahal mereka juga memiliki risiko untuk menularkan Covid-19 kepada keluarganya di sana? Lantas apa bedanya mudik dan pulang kampung kalau tujuannya sama-sama ke kampung halaman?”
Sudah pernah saya bahas juga sebelumnya, bahwa setiap kebijakan yang diambil di masa pandemi ini ibarat buah simalakama. Meskipun faktor kesehatan tetap menjadi prioritas, namun faktor ekonomi juga tidak dapat dikesampingkan. Nyatanya baru PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) saja sudah ada beberapa kasus kelaparan, apalagi kalau benar-benar sampai lockdown (karantina wilayah)? 😐
Untuk menjawab pertanyaan di atas tadi mari kita tarik ke belakang terlebih dahulu. Sebagaimana diketahui, banyak saudara-saudara kita yang bekerja di sektor informal dengan menjadi pedagang, ojol, supir angkot, buruh bangunan, dsb. Sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang dari daerah yang mencoba peruntungan di ibu kota dan terkadang mereka tidak (belum) memiliki standar hidup yang layak. Misalnya dengan mengontrak sebuah rumah petak yang dihuni 8-9 orang, atau tinggal di bedeng-bedeng semi permanen di dekat proyek. Jadi tolong jangan dibayangkan bahwa semua orang kondisinya ideal atau sama dengan kita. Di luar sana ada saudara-saudara kita yang masih serba kekurangan dan jauh dari kata hidup layak.
Nah, ketika PSBB mulai diberlakukan otomatis hampir semua kegiatan ikut terhenti. Orang-orang sudah mulai jarang yang keluar rumah. Proyek-proyek dihentikan sampai situasi dan kondisi menjadi kondusif kembali yang entah sampai kapan 🙁 . Dengan segala keterbatasan yang mereka hadapi, biaya hidup yang terus membengkak, namun tanpa ada pemasukan sama sekali, maka akhirnya sebagian dari mereka memutuskan untuk pulang ke kampung halaman masing-masing. Proses kepulangan mereka yang sudah dimulai dari beberapa minggu kemarin, kemudian disebut oleh Presiden sebagai pulang kampung. Sebagai tambahan, proses kepulangan mereka tidak serempak melainkan secara bertahap, sehingga protokol penanganan Covid-19 yang harus dilakukan oleh satgas yang ada di kampung halaman masing-masing masih dapat dilakukan secara optimal.
Lantas, apa bedanya dengan mudik? Sama-sama pulang kampung kan tujuannya? Ya benar. Tujuan mereka sama, yaitu pulang ke kampung halaman. Tetapi kita tentunya sama-sama mahfum bahwa ketika kita menyebutkan kata mudik, yang dimaksud adalah pulang ke kampung halaman dalam rangka silaturahim dengan keluarga besar mendekati hari raya Idul Fitri. Tidak ada kondisi yang memaksa kita untuk pulang ke kampung halaman. Kita melakukannya dengan sukarela, suka cita, dan secara masif. Kita semua tentu sudah bisa membayangkan ketika momen mudik itu terjadi. Berjuta-juta orang melakukan mobilisasi secara serempak dalam tempo yang singkat dari kota menuju ke kampung halaman masing-masing. Yang jelas, mudik identik dengan hari raya Idul Fitri (lebaran).
Sekarang sudah bisa dipahami kan, mengapa Presiden Jokowi membedakan pulang kampung dan mudik? Pembedaan itu untuk menggarisbawahi bahwa meskipun tujuan mereka sama namun ada 2 faktor yang berbeda yaitu subyek/pelaku dan momen/waktunya dalam konteks penanganan Covid-19 ini.
Tapi bukankah dua-duanya memiliki tingkat risiko yang sama? Yaitu bisa menyebarkan Covid-19 ke daerah-daerah?
Ya benar, keduanya memiliki tingkat risiko yang sama namun memiliki proses mitigasi yg berbeda. Kalo yang pulang kampung duluan atau sempat disebut sebagai mudik colongan, pejabat di desa beserta satgas Covid-19 sudah memiliki persiapan yang bisa dilakukan, misalnya; karantina 14 hari dan standar prosedur penanganan Covid-19 bila memang yang bersangkutan terbukti positif. Mengapa hal tersebut bisa dilakukan? Karena mereka ini tidak akan kembali ke ibu kota dalam waktu dekat. Kemungkinan besar mereka akan tinggal cukup lama di kampung halaman sampai pandemik ini berakhir.
Untuk yang melakukan mudik dalam rangka lebaran, jangankan mau karantina 14 hari, sedangkan jatah liburnya pun tak akan mencukupi hanya untuk karantina saja. Yang terjadi adalah mereka malah berkumpul dengan seluruh keluarga besar tanpa sempat tahu apakah mereka ini positif Covid-19 atau tidak. Dan bisa dibayangkan berapa juta mobilisasi orang ketika mudik. Saya yakin, walaupun sudah disiapkan sedemikian rupa, pemerintah daerah juga tidak akan sanggup untuk menampung dan mengendalikan semua pemudik agar mengikuti prosedur penanganan Covid-19. Itulah alasan mengapa akhirnya pemerintah menetapkan larangan mudik untuk tahun ini.
Kalau saya amati, gaya kepemimpinan Pak Jokowi ini khas Wong Solo. Artinya apa? Pertama dia coba dengan cara halus terlebih dahulu dengan diberikan imbauan. Sudah dari awal beliau sampaikan, kalau memang tidak perlu mudik, lebih baik jangan. Kasihan keluarga di kampung. Pada saat itu, beliau belum menunjukkan gelagat kalau mudik ini akan dilarang bagi masyarakat, namun bagi aparatur negara sudah jelas bahkan sanksinya pun sudah diatur. Kemudian beliau lihat, apakah imbauan tersebut efektif atau tidak. Nah, kalau ternyata masih ngeyel atau bandel, ya apa boleh buat. Barulah diambil tindakan yang lebih tegas. Begitulah kura-kura… 😁
Jadi yang benar mudik atau pulang kampung?
Yang menjadi masalah bukan mudik atau pulang kampungnya. Kalau menurut saya, bukan istilahnya yang perlu diperdebatkan, tetapi lebih melihat kepada langkah-langkah apa yang sudah dan akan dilakukan untuk mengantisipasi kegiatan dengan tujuan sama namun dengan konteks yang berbeda tersebut. Kesampingkan dulu perbedaan yang ada. Singkirkan kebencian yang pernah ada. Saat ini kita memiliki musuh bersama dan tidak kasat mata. Yang mengalami pandemik ini tidak hanya negara kita, melainkan hampir seluruh negara di dunia. Oleh karena itu kita harus bersatu untuk menghadapinya.
Mari secara bersama-sama kita berpartisipasi dalam menekan penyebaran Covid-19 ini. Dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekitar, dan bila perlu sampai ke level daerah. Ikuti anjuran dan imbauan dari pemerintah dengan baik. Dan tentunya yang menjadi harapan kita semua adalah semoga wabah ini dapat segera berlalu, sehingga kita dapat beraktivitas seperti sediakala. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. 🙂
One Comment on “Tok!!! Akhirnya Mudik Dilarang Oleh Pemerintah”